Rabu, September 10, 2025
BerandaBeritaPESANTREN, PENDIDIKAN DAN GURU

PESANTREN, PENDIDIKAN DAN GURU

Dalam denyut kehidupan bangsa Indonesia, pesantren menempati posisi istimewa. Ia bukan hanya lembaga pendidikan, tapi juga pusat peradaban, tempat lahirnya pemikir, ulama, dan pemimpin umat. Di balik dinding-dinding pesantren yang sederhana, tumbuh nilai-nilai luhur yang membentuk karakter, akhlak, dan kecintaan terhadap ilmu.

Bagi banyak orang, pesantren adalah rumah kedua. Di sanalah para santri belajar bukan hanya tentang ilmu agama, tetapi juga tentang kehidupan. Mereka ditempa untuk mandiri, disiplin, dan menghargai proses. Pendidikan di pesantren menekankan adab sebelum ilmu—sebuah prinsip yang kini semakin langka di tengah arus modernisasi yang kerap melupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Sistem pengajaran di pesantren biasanya menggunakan metode sorogan, bandongan, dan halaqah—semuanya bertujuan untuk mendekatkan guru dan murid secara emosional dan intelektual. Tidak heran, hubungan antara santri dan kyai begitu kuat, bahkan seringkali lebih erat daripada hubungan akademik di lembaga pendidikan formal lainnya.

Hari ini, pendidikan sering kali terjebak dalam angka dan standar nilai semata. Padahal, pendidikan yang sejati adalah proses memanusiakan manusia. Di pesantren, pendidikan itu hadir secara holistik: tidak hanya membentuk kecerdasan kognitif, tapi juga emosional, spiritual, dan sosial.

Pesantren membuktikan bahwa pendidikan tidak harus mahal, tidak harus mewah, tapi harus bermakna. Banyak pesantren yang hidup dengan fasilitas terbatas, namun mampu melahirkan alumni yang tangguh, berakhlak, dan berdaya saing.

Dalam setiap cerita tentang pendidikan dan pesantren, ada satu sosok yang tak boleh dilupakan: guru. Atau dalam konteks pesantren, biasa disebut ustaz, ustazah, atau kyai. Mereka adalah pelita yang menerangi jalan ilmu, sekaligus pembimbing ruhani yang menuntun murid pada jalan yang benar.

Menjadi guru di pesantren bukanlah profesi biasa. Itu adalah panggilan jiwa. Mereka mengajar dengan hati, mendidik dengan kasih, dan membimbing dengan keteladanan. Di tengah keterbatasan, para guru ini tetap istiqamah mengabdi, tanpa pamrih, tanpa berharap imbalan duniawi.

Guru di pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu fiqih atau tafsir. Mereka mengajarkan kesabaran lewat perilaku, keikhlasan lewat pengorbanan, dan ketawadhuan lewat laku hidup sederhana.

Saat dunia bergerak cepat dan nilai-nilai kehidupan mulai tergeser oleh materi, pesantren hadir sebagai penjaga moral bangsa. Dan pendidikan pesantren, yang digerakkan oleh guru-guru ikhlas, adalah benteng terakhir dari kerusakan karakter.

Sudah saatnya kita menaruh perhatian lebih kepada lembaga-lembaga seperti pesantren. Bukan untuk mengubah mereka menjadi seperti sekolah modern, tapi untuk memastikan mereka tetap bisa menjalankan peran mulianya dalam membentuk manusia seutuhnya.

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments

error: Content is protected !!